Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.”

(Q.S. Al-Hujurat:15)

Minggu, 08 Mei 2011

Kisah dalam Ruang Persahabatan

Oleh: A. Saputri Mulyanna


Izinkan diri untuk mengingatnya. Demi melukisnya di sini. Merangkai kisah yang pernah terpentaskan bersama. Bersandiwara dalam ruang Persahabatan.
Biarkan diri mengenang sosok-sosok yang telah hadir menyeruak dalam ruang hidup ini. Menyisir setiap lorong waktu yang telah terlalui bersamanya. Mementaskan kekonyolan-kekonyolan hidup di sisinya. Memainkan kisah sedih, kisah duka, kisah kecewa, yang kemudian menyisakan sakit bahkan menyumbang airmata. Jika waktu terus melaju melakoni titah Tuannya, menyisakan cerita yang tergantikan mengikut pergantian waktu itu, maka dalam ruang Persahabatan pun akan menyisakan cerita yang terbaharu. Berganti mengikut bersama perputaran waktu yang tiada pernah menemu titik henti. Jika malam memperlihatkan cerita sedih, maka cerita itu tak selamanya menetap. Pergantian malam menjadi pagi, akan memicu cerita dalam ruang persahabatan untuk ikut berganti pula. Maka jangan kecewa, jika sedih dan gundah menyelimuti malam. Sebab masih ada harapan pada pagi untuk memainkan cerita senang-bahagia. Yang akhirnya membuahkan senyum dan rasa lapang dalam qolbu. Ruang persahabatan pun kembali benderang, penuh damai, penuh cinta. Begitulah, terlalui... berganti beriringan.


Peta hidup yang telah terpentaskan bersama dalam ruang Persahabatan, akhirnya telah menjadi ruang untuk meraba hikmah kehidupan. Telah menjadi ruang untuk lebih mengenal diri sendiri. Ruang untuk lebih memahami kehadiran diri, tentang arti hadir ini. Ruang untuk berpikir lebih matang, bagaimana menjadi orang yang bermanfaat dan tak menyusahkan. Ruang untuk belajar ilmu ikhlas-sabar-syukur, dan mencoba untuk mengaplikasikannya; sedikit demi sedikit.
Inilah ruang yang telah menginspirasi diri untuk terus semangat demi menyumbang karya-kreatif. Ruang untuk menambal kehidupan yang masih saja bercelah, dibalik sandiwara hidup, menjadikannya referensi berharga biar tak jatuh pada lubang yang sama. Ini pula ruang untuk kokoh menantang kehidupan yang semakin kerontang dan terus menggejala. Bersamanya, menemu banyak cara dan celah untuk itu. Mengukuhkan kedewasaan dibalik peristiwa-peristiwa hidup yang terlakoni bersama, tiada henti menjelma.
Inilah ruang untuk menancapkan kekuatan dalam sanubari, saat terkikis kelemahan jiwa, yang mungkin terkoyak nafsu. Meraba harapan yang mungkin hampir saja runtuh ditenggelamkan badai kehidupan. Dan bersamanya, seolah hidup tlah terguyur kekuatan. Meski terkadang keluh terus merengek untuk terlisankan.
Ini pula ruang untuk meruntuhkan kebekuan paradigma dalam menghadapi problematika hidup. Menyatu bersama banyak kepala, tentu akan semakin mempertajam karakter dan kebijaksanaan menilai. Karena bertemunya ruang pikir yang berbeda, tentu akan melahirkan banyak jawaban yang berbeda pula. Inilah ruang untuk memahami arti kesederhanaan dan prinsip hidup. Dan, inilah ruang untuk mengerti makna dari sebuah kebersamaan dan merenggut sebuah bingkai persahabatan. Berharap tak akan kadaluarsa termakan waktu.
Ya, aku menjamahnya di sini! Dalam ruang yang tak terlupakan, tak tergantikan, dan senantiasa terkenang. Entah tentang cerita sedih-menyakitkan, ataupun tentang cerita bahagia-menyenangkan. Semua menyatu, membentuk cerita yang pantas dikenang. Sebab keyakinan itu masih ada, bahwa kecewa, sedih, bahkan kejengkelan, adalah warna yang harus hadir menemani suka, senang, dan bahagia. Untuk menyelimuti ruang kesuksesan kelak.
***
Kawan, biarkan diri berspekulasi di sini. Dalam ruang yang lepas ini. Mendefenisikan kata yang berjejal dalam dada, tentang cerita dalam ruang Persahabatan yang pernah termainkan bersama tokoh-tokoh pilihan-Nya. Selama waktu masih memihak. selama orang tak ada yang melarang.
Pada malam yang semakin mencekam ini, atau mungkin dalam siang yang semakin menyala memperlihatkan keperkasaannya, atau juga mungkin pada pagi yang masih tercekal dengan urat kesejukan dan kelembutannya, izinkan diri untuk melisankan terimakasih yang tak sanggup terbahasakan maknanya. Kepada mereka yang telah menisbahkan diri menjadi Guru Kehidupan dalam hidup ini.

Kepada dia yang telah menyelimuti diri dengan rasa kasih dan sayang dibalik perhatian, kepedulian, ketulusan, dan kebersamaan yang ia lampiaskan dibalik gerik tubuh yang ia samarkan. Namun, diri mampu merasanya.
;pun dibalik senyum tulus dan nasehat penyejuk yang senantiasa mengguyur hati.

Kepada dia yang telah mengajarkan tentang kesabaran dibalik perjuangan diri dalam menjalankan keinginannya yang terus menuntut. Senantiasa menuntut tanpa membuka ruang untuk memahami diri yang hanya terlahir sebagai insan lemah. Yang juga butuh ruang untuk melampiaskan. Dan akhirnya terkungkung dibalik tekanan demi mewujudkan kesabaran itu; menjawab tuntutannya.
;pun tentang makna sabar dibalik ketidaksesuaian hidup yang harus terlakoni. Meski pahit dan sakit. Meski air mata harus terurai kusut.

Kepada dia yang telah memperlihatkan keikhlasan dibalik gerak pengorbanannya. Yang tak pernah menuntut, meski terbuka ruang untuk itu. Namun aku membacanya.
;pun dibalik perjuangan yang telah ia pentaskan, sedikit-demi-sedikit. Tanpa keluh meski peluh menyertai.

Kepada dia yang telah menyuarakan makna ketegaran dibalik sandiwara hidup yang ia mainkan. Memperlihatkan senyum terbaiknya. Padahal aku tahu, hatinya tercabik menangis. Ada sakit yang tak terlampiaskan.
;pun tentang makna tegar dibalik kerapuhan jiwa yang seharusnya ada, namun tak menggejala.

Kepada dia yang telah memperkenalkan keberanian, dibalik surutnya langkah mereka untuk bersikap.
;pun dibalik keputusannya untuk tak menemani, entah karena ketidakmauannya atau mungkin berpura untuk tak mengetahui.

Kepada dia yang telah mengguyur kedewasaan diri dibalik ocehan-ocehan nakal yang senantiasa ia lampiaskan.
;pun tentang makna kedewasaan dibalik lisan mungilnya yang senantiasa menggertak hati.

Kepada dia yang telah meruntuhkan kesedihan, dibalik canda dan tawa yang ia perlihatkan. Meski mungkin hatinya tak seceria wajahnya.
;pun dibalik guyonan lepas yang terus ia bubuhi setiap kali berlisan. Sengaja atau tidak. Meski terkadang hati dibuatnya meronta.

Kepada dia yang telah mengalirkan semangat dalam diri dibalik optimisme hidup yang senantiasa ia pertontonkan. Hingga menghunjam jauh ke dalam jiwa, dan akhirnya ikut menggejala dalam diri. Menjadikan diam menjadi gerak, merubah 0 (nol) menjadi sebuah nilai yang berarti, menukar tiada menjadi ada, mengganti sedih menjadi ceria, dan menjadikan berarti dari tak berarti.

            .:TERIMA KASIH. Cerita yang telah terlakoni itu, telah mengajari diri tentang banyak hal. Sekali lagi: semoga tak kadaluarsa termakan waktu:.

***
Dan, pada ruang yang lain; tetap izinkan diri untuk menyuarakan permohonan maaf yang tak sanggup melisankannya lebih rinci. Permohonan maaf atas perwujudan sebagai insan yang lemah, tak terpisahkan khilaf dan kekurangan. Baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Disengaja, karena mungkin diri menyadari tentang ketidakpantasan yang seharusnya terlakoni. Namun, _lagi-lagi_ karena terkalahkan nafsu yang tak mengikut pada norma dan suara hati. Tak disengaja, karena mungkin pada saat itu, diri menganggapnya normal, padahal justru abnormalitas yang terjadi. Telah tertancap kekecewaan, kejengkelan, bahkan merasa telah terzhalimi atas tingkah yang tak terbaca itu. Dan itu tak tersadarkan hingga hari ini. MAAF.

: MAAF, atas lisan yang tak terjaga, yang tak sepantasnya terlisankan.
: MAAF, atas keegoisan diri yang senantiasa membuncah, yang seharusnya tak terwujud.
: MAAF, atas kerapuhan diri yang terkadang hadir pada waktu yang tidak sepantasnya terlakoni. Hingga kelemahan dan pesimistis pun ikut menular.
: MAAF, atas ketidaksabaran diri memainkan alur hidup ini, yang sebaiknya tidak seperti ini. Hingga menjadikan skenario hidup hancur berserak.
: MAAF, atas ketidakdewasaan diri dalam menyikapi sandiwara hidup ini, yang tidak semestinya mewujud dalam ruang ini. Hingga harus muncul cerita yang tidak diinginkan.
: MAAF, atas keangkuhan diri yang terkadang menyelimuti setiap gerak yang kita mainkan bersama. Hingga harus terbentuk kondisi menjadi kerontang, tak mengenakkan.
: MAAF, atas kekerasan jiwa yang ikut hadir dalam ruang pertemanan yang telah kita lakoni bersama. Hingga menjelma kebekuan dalam kebersamaan itu.
: MAAF, atas semua khilaf yang terlampiaskan. _Sekali lagi_ Sengaja atau tidak.

MAAF, sebab kelemahan dan kekurangan diri masih menjadi bagian yang tak terpisahkan.
***

Kawan,
Kekonyolan yang pernah kita cipta bersama, jangan biarkan ia sirna.
Biarkan ia terlakoni, terus menjelma, menemani gerik dan kebersamaan kita.
Hingga akhirnya waktu yang akan menghentinya. Bukan aku, juga bukan kamu.
Sebab, hidup tak kan pernah lelah menebarkan hikmah dalam setiap putaran waktu.
Ia bukan cerita ceremonial belaka yang harus terlakoni, wujud hasil cipta-Nya.
Sungguh, kisah itu terlampau baik untuk mengajari kita tentang banyak hal.
Dan biarkan kita meraba titik sadar kita, untuk dapat menyadarinya.
Menemu apa saja yang dapat menelor menjadi referensi hidup kita masing-masing.

***
Kawan:
jika suatu saat semua mengeluh, ingat satu hal: siapa yang akan menguatkan ...
jika suatu saat semua menyerah, ingat:  siapa yang akan mengendalikan ...
jika suatu saat semua mundur, tetap ingat satu hal:  siapa yang akan membuatnya menjadi lebih baik...
jika suatu saat semua membiarkan, jangan lupa ingat:  siapa yang akan mempertahankan...
jika suatu saat semua berlalu, ingat: siapa yang akan menengok...
jika suatu saat semua merasa lemah, ingat tentang satu hal:  siapa yang akan mendongkrak semangat untuk kembali mencipta karya...
jika suatu saat semua merasa tak sanggup, ingat satu hal:  siapa yang akan memperjuangkan...
jika suatu saat semua berlari, ingat satu hal:  siapa yang akan bertahan...

>>mungkin kah itu aku atau kamu?
Atau justru bukan kita; aku dan kamu ?

tak perlu lah terlalu lama merenungi.
tak perlu terlalu lama mendiami.
tak perlu terlalu lama membiarkan.
tak perlu terlalu lama menengok ke belakang.
tak perlu pula terlalu lama memikirkan.

cukup membuka sedikit ruang pikir untuk menyadari apa yang harus kita lakukan, dan apa yang tidak pantas kita lakukan...
Sebab,
Diri masih percaya, daya setiap orang akan sebanding dengan medan juangnya masing-masing..
Maka tak pantas mengucap keluh, meski peluh trus membasahi.
Tak pantas pula menuntut puji, meski terkadang terjerat hina.
Dan tak pantas juga meminta kasih, meski hati terasa kerontang.
Karna Dia akan memberikan selayak yang pantas kita dapatkan.
.. Dan Dia Maha Tahu, di atas kemaha-tahuanmu...

Dan yakinlah,,
Takkan pernah Dia biarkan hamba pilihan-Nya terkulai dalam ketidakberdayaan yang tak teratasi.
Mungkin, dirilah yang membiarkannya tersungkur dengan kelemahan dan keputus-asaan...
Bukankah; Orang berpendidikan selalu punya cara terbaik untuk menyelesaikan masalahnya?
Saatnya, menyekolahkan hati dan perasaan. Demi memanusiakan orang lain. Menjadikan ruang Persahabatan semakin berarti di tengah cerita yang berwarna.

***
05052011, 23:56
Meraba kisah yang sempat terlakoni dalam ruang Persahabatan. Bersama aku, kamu, dan dia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar