Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.”

(Q.S. Al-Hujurat:15)

Rabu, 25 Mei 2011

Di Perguruan Tinggi Mana Semestinya Kita Kuliah?



Oleh: Hasmi Hasyim
(KB PII Wati Sul-Sel)

                Surat terbuka untuk Atun.
Engkau tentu masih ingat, Tun. Ketika Pak Dengkul memberi tugas pada kita untuk membuat paper. Dan engkau pun tentu masih ingat, bagaimana Pak Dengkul menolak paper yang aku buat saat itu,  hanya karena aku tidak mengutip satupun pendapat para pakar dalam tulisanku. “Tidak memenuhi syarat ilmiah”, begitu yang diucapkannya ketika itu. Aku pun lalu bertanya, “Beginikah kebijakan yang mesti dijalankan di bangku perguruan tinggi ini? Beginikah cara yang terbaik untuk mendapatkan yang namanya Ilmu Pengetahuan?”

Hanya pada Nurani dan Jiwa yang Hidup



Oleh: Hasmi Hasyim

Surat terbuka untuk sahabat dan saudariku; Atun.
Atun, pada ruang ini, saya ingin bercerita tentang “jamaah dan imamahnya”, juga tentang sebuah nilai.
Pernah suatu ketika, saya menjadi makmum dalam sholat maghrib. Allahu Akbar. Sang Imam mulai melantunkan takbiratul ihram. Keadaan menjadi terasa sunyi. Senyap, tidak seperti biasanya, yang terkadang diikuti oleh anak-anak (ribut, bising, anak-anak sibuk berkejaran kesana kemari). Kali ini terasa lain. Semua diam, terlaut dalam sunyi. Seolah takbiratul ihram yang diteriakkan Sang Imam benar-benar menusuk nurani. Mengingatkan pada suatu kebesaran. Ya,,, kebesaran yang tidak akan pernah dimiliki oleh apa dan siapa pun. Melainkan hanya Dia. Terasa sulit untuk mengurai dan mendeskripsikannya, Tun. Tapi saya merasa harus menjelaskannya. Sebab ada hubungannya dengan kehidupan kita. 

Jangan Sampai di-Kali Nol



Oleh: A. Saputri Mulyanna

“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kalian agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar diantara kalian.”
(Q.S. Muhammad:31)
***
Dalam sebuah ruang kehidupan, terlakoni alur hidup manusia pada suatu pergantian waktu; sore menjelang malam (magrib). Menceritakan tentang seorang lelaki yang baru saja mengakhiri aktivitasnya. Seperti biasa, sebagai seorang aktivis, ia seolah tak lepas dari yang namanya aktivitas. Mungkin ia justru akan sakit ketika ia tak beraktivitas. Atau sebaliknya, ia berhenti dari aktivitasnya ketika ia jatuh sakit. Waktu itu, ia baru saja melakukan rapat pengurus di tempat mangkalnya; sebuah sekretariat dari organisasi yang digelutinya. Tempat ia selalu berlabuh bersama rekan seperjuangannya. Mendiskusikan permasalahan organisasi, menyusun strategi organisasi, bahkan hanya sebagai tempat berbagi cerita dan menularkan semangat hidup dengan rekan-rekannya yang lain.

Senin, 09 Mei 2011

Format Evaluasi Implementasi Kursus PII Wati


Petunjuk pengisian form:
a.    Form ini diisi secara bersama-sama oleh :
Korwil Koprs PII Wati dan atau Instruktur PII Wati (yang pernah mengelola kursus PII Wati)
b.    Form ini diisi dengan kondisi real yang sedang dihadapi.
c.    Diharapkan seluruh item pertanyaan tidak ada yang kosong.
d.    Apabila terdapat kendala, silahkan menghubungi Korwil Korps PII Wati Sulawesi Selatan

Nama Korps/ Wilayah        : 
Periode                                  :­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­
Alamat                                   : 
Telp/HP (Nama Cp.)           :
Alamat Email                        :

Term of References
SARASEHAN INSTRUKTUR PUTRI
REGIONAL INDONESIA TIMUR
PELAJAR ISLAM INDONESIA (PII)
Makassar15 - 11 Juni 2011


MUKADDIMAH

Al-Qur’an surat As-Shaf: 4
”Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berjuang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti satu bangunan yang tersusun kokoh.”
Alhamdulillah, persembahan pujian hanyalah milik Allah azza wa jalla di setiap tarikan nafas kita. Atas kenikmatan demi kenikmatan yang senantiasa terlimpahkan tiap detiknya. Kenikmatan yang tidak mampu kita urai dan kita hitung. Bahkan jika seluruh lautan di dunia sebagai tinta dan seluruh ranting pepohonan dijadikan pena, pun tak mampu untuk menuliskan kenikmatan yang dilimpahkan olehNya. Hanya kepadaNyalah kita beribadah dan berserah diri.

Term Of Reference (TOR)
MUSLIMAH CAMP PII WATI
KORWIL KORPS PII WATI SUL-SEL
PERIODE 2010-2011
Bantaeng, 17-19 Juni 2011
 

MUQADDIMAH

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.
(Q.S.3:103)

Minggu, 08 Mei 2011

Tentang Amanah Yang Sudah tak Asing

Dikemas oleh: A.Saputri Mulyanna

Rasulullah SAW pernah bersabda kepada Abu Dzar Al-Ghifari r.a.:
Sesungguhnya ia adalah amanah. Dan pada hari kiamat ia merupakan kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi yang melaksanakannya sesuai dengan haknya dan melaksanakan yang semestinya- [HR. Muslim]
Mungkin kata itu sudah sangat tidak asing lagi dalam lisan dan keseharian kita. bahkan ia yang senantiasa setia menemani kehidupan kita belakangan, setiap hari, bahkan mungkin setia waktu. Yup, A.M.A.N.A.H.
Coba kembali kita mengingat tentang visi penciptaan manusia di bumi ini. Jika kita menarik benang merahnya, maka akan teruntai 2 visi besar penciptaan itu; visi penghambaan sebagai seorang hamba kepada Sang Khalik (Q.S. Adz-Dzariyat: 56) Visi penghambaan adalah bagaimana agar syariat islam dapat kita tebar seluas-luasnya ke seluruh penjuru dunia, menebarkan kebenaran hakiki kepada seluruh elemen makhluk-Nya. Dan yang kedua adalah visi kekhalifaan kita di bumi (Q.S.AL-Baqarah:30).  Betapa, Allah ‘Ajja wa Jalla memilih dan memberikan kepercayaan kepada makhluk-Nya yang bergolong manusia sebagai seorang khalifah di bumi-Nya, menjadikan sebagai pemimpin. Dia tidak memilih malaikat, Dia tidak memilih yang lain, Dia memilih kita:manusia ! Maka, mungkin tidaklah salah jika kita menyatakan bahwa setiap manusia yang terlahir di dunia ini telah disandingkan dengan sebuah amanah. Amanah seyogyanya telah menjadi takdir manusia. Setiap kelahiran manusia selalu disertai tugas besar di muka bumi ini. Amanah untuk menjadi khalifah di bumi dan amanah untuk berdakwah menyampaikan kebenaran hakiki pada segala urusan dunia dan akhirat. 
   Tapi, coba lihat penegasan-Nya yang lain dalam firman-Nya:
"Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia." (Al Ahzab: 72)
Semoga, kita tidaklah termasuk golongan dari makhluk-Nya yang khianat terhadap amanah yang Allah telah percayakan kepada kita, sebagaimana ketakutan-ketakutan makhluk-Nya yang lain. Amanah ini begitu berat sehingga seluruh makhluk menolaknya (langit, bumi dan gunung-gunung), Kemudian manusialah yang menerima beban besar ini. Dan, beban inilah yang justru selanjutnya akan menjadi pembeda antara seorang muslim dan munafik. Karena bukankah salah satu tanda orang munafik adalah apabila diberi amanat ia khianat? Naudzubillahi min dzalik. Tapi, beratnya amanah semoga tidak dijadikan sebagai tameng untuk mencari posisi aman; jauh dan berlepas diri dariamanah apa pun. Dengan berdalih bahwa memikul amanah itu bukan sebuah perkara yang gampang, dan memunculkan sederet apologi yang mengumbar ketakutan dikatakan sebagai orang munafik tadi.
Kembali mengajak sahabat-sahabat sekalian untuk merenungi penegasan-Nya dalam firman-Nya yang lain:
"Aliif Laam Miim. Adakah manusia menyangka bahwa mereka akan dibiarkan mengatakan kami telah beriman, padahal mereka tidak diuji." (Q.S. Al Ankabut: 1).
Setidaknya, secara gamblang kita dapat menyimpulkan secara umum bahwa sesungguhnya jangan pernah mengaku diri ini beriman jika kita tak sanggup melewati setiap cobaan yang Allah berikan. Bukankah cobaan-cobaan itulah yang kelak mendewasakan kita, menjadikan kita bijak dalam segala keterbatasan kita? bukankah cobaan tersebut adalah salah satu tangga yang harusdilalui untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi? Bukankah ujian-ujian tersebut adalah salah satu cara untuk menguji seberapa tinggi kadar keimanan kita, sebelum masuk ke tahap keimanan yang lebih tinggi lagi? Dan, bukankah telah Allah SWT tegaskan dalam ayat suci-Nya:
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya....”
(Q.S. Al-Baqarah:258)
Jangan pernah menganggap bahwa amanah adalah beban baru yang begitu berat dan harus dihindari. Tapi anggaplah sebagai sarana untuk membuktikan keimanan kita. Sarana untuk mengaplikasikan amanah kita. Sarana untuk mencapai keridhaan Allah semata.  Karena itu, pandanglah: bahwa ini adalah sebuah tantangan untuk menunjukkan bahwa kita masih berminat meraih kemenangan sejati di sisi Allah SWT. Maka lihatlah kembali firman-Nya:
"Sesungguhnya Allah telah membeli dari diri orang-orang mukmin dari diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka." (QS. At Taubah: 111)
Inilah bentuk perniagaan yang tak akan merugi, kalau saja kita paham dan ikhlas menjalankannya.
Rasulullah SAW bahkan mengisyaratkan dalam sabdanya, “Sungguh mempesona keadaan orang beriman itu; jika ia mendapat anugerah nikmat ia bersyukur dan itu baik baginya. Namun jika ia ditimpa musibah ia bersabar dan itu juga baik baginya. Sikap sedemikian ini tidak akan muncul kecuali dari seorang mukmin”. (Al-Bukhari)
Sabda beliau setidaknya menegaskan bahwa dua ciri khas seorang muslim yang sejatinya harus tertanam dalam sanubarinya: senantiasa bersyukur dalam setiap kenikmatan yang ia dapatkan dan senantiasa pula bersabar manakala cobaan menempa.
Jika boleh kita menganalogikan, amanah itu ibarat sebuah bejana yang kita letakkan di diletakkan dalam aliran air sungai.  Dimana air sungai tersebut akan terus mengisi bejana. Begitu juga dengan amanah dalam kehidupan ini. Jangan pernah berfikir bahwa amanah ini akan berkurang. Karena seyogyanya Ia akan mengalir dalam kehidupan kita; mengisi waktu-waktu kita. Namun, dua hal yang perlu kita lakukan agar bisa tetap bertahan. Yang pertama :
Terus beraktivitas menyelesaikan satu persatu amanah tersebut, sehingga amanah tersebut tidak menumpuk dalam aktivitas kita, yang membuat kita sumpek dan ingin berlari meninggalkannya. Cobalah lihat firman-Nya berikut:
“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain”. (Al-Insyirah: 7).
Yang kedua : Perluas dan perbesar kapasitas kita dalam mengemban amanah-amanah tersebut. Bak bejana tadi. Jika bejana tersebut dengan kapasitas yang sama/itu-itu saja sementara air sungai terus mengalir mengisinya, maka yakinlah bejana tersebut lambat laun akan terhempas dan terbawa arus sungai yang tiada genti mengalir.begitu juga amanah tersebut. Jika kapasitas kita tidak bertambah-bertambah, sementara amanah terus mengguyur, maka amanah itulah yang akan menghempaskan dan menenggelamkan diri kita dalam peradaban yang terus menjelma.
Sangat tertarik dengan pernyataan berikut. Silahkan dinikmati:
Semakin tergerus,
Ya begitulah keseharian kita,.
Aktivitas kita akan semakin menggerus semangat dan orientasi kita…
Sandungan-sandungan kecil mungkin akan hanya
Menghilangkan 1 nilai dari dari nilai-nilai semangat dan orientasi kita,…
Dan sandungan-sandungan akan meninghilangkan puluhan ratusan
Bahkan menghapuskan seluruh semangat dan orientasi

Sandungan-sandungan itu terkadang berbentuk kemalasan,
Sandungan-sandungan itu terkadang berbentuk ketakutan-ketakutan,
Sandungan-sandungan itu terkadang berbentuk kekhawatiran-kekhawatiran,
Sandungan-sandungan itu terkadang berbentuk kekecewaan pada orang lain,
Sandungan-sandungan itu terkadang berbentuk Ghil/ kedengkian pada orang lain,
Sandungan-sandungan itu terkadang berbentuk kritikan atau cacian dari orang lain,
Dan masih banyak lagi wajah dari sandungan-sandungan itu,

Lalu berapa nilai semangat dan orientasi kita sekarang?
Cukup banyakkah untuk menjadi bekal menghadapi sandungan-sandungan yang akan datang?
Tidak cukup kawan!
Tidak cukup hanya dengan mempunyai nilai sepuluh seratus atau hanya seribu nilai semangat,
Sandungan-sandungan itu terlalu banyak!
Ia akan menghapus nilai semangat dan orientasi yang hanya seribu apalagi hanya sepuluh!

Perlu sejuta, puluhan juta, ratusan juta bahkan milyaran nilai semangat dan orientasi yang kita punya.
Agar kita dapat tetap dalam aktivias yang kita jalani sekarang,…
Kumpulkan sebanyak-banyaknya alasan :
MENGAPA SAYA HARUS TETAP BERADA DI JALAN INI?

Sesungguhnya kejayaan Islam adalah suatu kepastian.
Dan Keikutsertaan kita dalam perjuaangan mewujudkan kejayaan ini adalah suatu pilihan

(RF Khalid)
***
Jika dakwah ibarat pohon, ada saja daun-daun yang berjatuhan
Tapi pohon dakwah itu tidak pernah kehabisan cara untuk menumbuhkan tunas-tunas barunya
Sementara daun-daun yang berguguran tak lebih akan menjadi sampah dalam sejarah
Jangan pernah menyalahkan jalan ini
Jangan menyerah karena lelah atau lemah
Biarlah lemah mengejarmu sampai lelah
Tetap istiqomah
Semoga beratnya amanah menjadi satu titian menuju Syurga Allah
***
 “Tidak ada yang lebih aku sesali daripada penyesalanku terhadap hari dimana ketika matahari tenggelam, sementara umurku berkurang tapi amalku tidak bertambah.”
(Ibnu Mas’ud)
***
Keikhlasan seseorang teramat penting
Sebab akan membuat hidup ini menjadi sangat mudah, indah dan jauh lebih bermakna
Jika kita belum bisa membagikan harta kekayaan
Maka bagikanlah contoh kebaikan
(HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
***
“Sesungguhnya aku amat merindui seorang pemuda/pemudi yang sulit tidur lelap karena memikirkan masalah ummat”
(Hasan Al Banna)
***
Marilah kita telusuri perjalanan dakwah Abdul Fattah Abu Ismail, salah seorang murid Imam Hasan Al Banna yang selalu menjalankan tugas dakwahnya tanpa keluhan sedikitpun. Dialah yang disebutkan Hasan Al Banna orang yang sepulang dari tempatnya bekerja sudah berada di kota lain untuk memberikan ceramah kemudian berpindah tempat lagi untuk mengisi pengajian dari waktu ke waktu secara maraton. Ia selalu berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain untuk menunaikan amanah dakwah. Sesudah menunaikan tugas dengan sebaik-baiknya, ia merupakan orang yang pertama kali datang ke tempatnya bekerja. Malah, ia yang membukakan pintu gerbangnya.
Pernah ia mengalami keletihan hingga tertidur di sofa rumah Zainab Al-Ghazali. Melihat kondisi tubuhnya yang lelah dan penat itu, tuan rumah membiarkan tamunya tertidur sampai bangun. Setelah menyampaikan amanah untuk Zainab Al Ghazali, Abdul Fattah Abu Ismail pamit untuk ke kota lainnya. Karena keletihan yang dialaminya, Zainab Al Ghazali memberikan ongkos untuk naik taksi. Abdul Fattah Abu Ismail mengembalikannya sambil mengatakan, “Dakwah ini tidak akan dapat dipikul oleh orang-orang yang manja.” Zainab pun menjawab, “Saya sering ke mana-mana dengan taksi dan mobil-mobil mewah, tapi saya tetap dapat memikul dakwah ini dan saya pun tidak menjadi orang yang manja terhadap dakwah. Karena itu, pakailah ongkos ini, tubuhmu letih dan engkau memerlukan istirahat sejenak.” Ia pun menjawab, “Berbahagialah ibu. Ibu telah berhasil menghadapi ujian Allah SWT. berupa kenikmatan-kenikmatan itu. Namun, saya khawatir saya tidak dapat menghadapinya sebagaimana sikap ibu. Terima kasih atas kebaikan ibu. Biarlah saya naik kendaraan umum saja.”
Sungguh, hidup ini tidak akan pernah dapat ditaklukkan oleh orang-orang yang manja. Militansinya merupakan kendaraan yang akan menghantarkan kepada kesuksesan. Semoga Allah menghimpun kita dalam kebaikan tak bertepi.
***
Allah tak pernah janjikan langit selalu biru,
Jalan hidup tanpa batu,
Matahari tanpa hujan,
Kbahagiaan tanpa kesedihan,
Sukses tanpa perjuangan.
Tapi allah janjikan kekuatan dari kelemahan
Dia berikan cahaya untuk terangi kegelapan
Dia berikan rahmatNya dari segala ujian
Dia memberikan pertolongan untuk segala kesusahan
***
Ketika waktu terasa begitu sempit, Allah ingin menunjukkan pada kita begitu berharganya waktu…
Ketika tubuh terasa letih, Allah ingin mengingatkan begitu lemahnya manusia…
Semua itu dengan kekuasaanNya…
Allah ingin meninjukkan bahwa cintaNya tak pernah habis untuk hamba-hambanya…

Jika Dakwah adalah jalan yang panjang, jangan pernah berhenti sebelum menemukan penghujungnya…
Jika bebannya berat, jangan minta yang ringan, tapin mintalah punggung yang kuat untuk menopangnya…
Jika pendukungnya sedikit, jadilah yang sedikit itu…
Semoga kita termasuk orang-orang yang sedikit itu…

***
“Andai Islam seperti sebuah bangunan usang yang hampir roboh, maka akanku berjalan ke seluruh dunia mencari jiwa-jiwa muda. Aku tidak ingin mengutip dengan ramai bilangan mereka, tapi aku inginkan hati-hati yang ikhlas untuk membantuku dan bersama membina kembali bangunan usang itu menjadi sebuah bangunan yang tersergam indah..” ~Imam As-Syahid Hassan Al Banna~
***
Ruang_inspirasi; 07 Desember 2010.
Dalam perenungan dan imajinasi yang terus menguap. Maka  kumuseumkan ia dan merangkainya dengan anyaman kata dan menggoreskannya dalam selebaran-selebaran kertas putih tak bernoda.