Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.”

(Q.S. Al-Hujurat:15)

Rabu, 25 Mei 2011

Di Perguruan Tinggi Mana Semestinya Kita Kuliah?



Oleh: Hasmi Hasyim
(KB PII Wati Sul-Sel)

                Surat terbuka untuk Atun.
Engkau tentu masih ingat, Tun. Ketika Pak Dengkul memberi tugas pada kita untuk membuat paper. Dan engkau pun tentu masih ingat, bagaimana Pak Dengkul menolak paper yang aku buat saat itu,  hanya karena aku tidak mengutip satupun pendapat para pakar dalam tulisanku. “Tidak memenuhi syarat ilmiah”, begitu yang diucapkannya ketika itu. Aku pun lalu bertanya, “Beginikah kebijakan yang mesti dijalankan di bangku perguruan tinggi ini? Beginikah cara yang terbaik untuk mendapatkan yang namanya Ilmu Pengetahuan?”

                Semacam ‘pelimpahan warisan’ secara turun temurun yang mungkin saja telah banyak kehilangan unsur yang begitu vital. Atau mungkin sudah ada yang bolong karena dijarah oleh rayap selama bertahun-tahun.
Kita hampir tidak pernah tahu bagaimana awal mula aturan ini dibuat, dan mengapa kawan-kawan kita (mahasiswa) membiarkan dirinya larut dalam aturan yang sebenarnya dapat dipastikan menghambat kratifitas dan bisa membunuh aktifitas kerja dari rangkaian instrumen akal. Bahkan dapat dikatakan bahwa mahasiswa telah dididik menjadi seekor burung beo. Dan tidak membiarkannya tumbuh menjadi dirinya sendiri. Mungkin, inilah potret dari perguruan tinggi yang diharap bisa melahirkan manusia-manusia ‘harapan’.
                Tapi sungguh, Tun. Sebelum engkau terjerat, dan sebelum engkau akhirnya terjebak dalam perguruan tinggi ‘warisan’ yang demikian, berusahalah agar simpul tali itu tidak mengikatmu. Yang pasti bahwa, perkuliahan itu sifatnya bukan semata-mata timbang terima warisan. Kuliah bukan hanya bisa terjadi di kampus semisal UIN, UNM, UNHAS, UNISMUH, atau perguruan tinggi lainnya. Akan tetapi, kuliah sebagai satu aktifitas mengkaji dan mendapatkan ilmu pengetahuan. Bukan hanya dapat berlangsung di kampus. Dan yang lebih pasti lagi bahwa kampus bukanlah semata-mata ruang yang dibatasi oleh sistem dengan sejumlah aturan. Melainkan kampus bisa ada di mana saja dan siapa pun boleh menjadi mahasiswanya.
                Hanya, dalam hal ini, Tun, kebijakan dan kearifan nampaknya mutlak dihidupkan. Itulah sebabnya, bukan hanya mata kepala yang harus dinormalkan, tetapi juga mata hati, hiwa, dan nurani yang mesti dipertajam. Suatu keyakinan harus tetap kita bawa dalam diri kita, mencari dan menemukan ‘perguruan tinggi sejati’, yang lepas dari keterikatan ruang dan waktu. Dan yang lebih penting lagi, bukan semata warisan.
                Manusia yang arif dan bijaksana akan selalu menengok ke dalam dirinya, jiwanya, dan nuraninya. Menelusuri lorong-lorong yang hampir tak berujung sambil terus merangkai tanya. sekali lagi, manusia yang bijak akan selalu mendapati dirinya sebagai perguruan tinggi dan akan menemukan banyak pengetahuan dari keberadaan dirinya sendiri. demikian pula dengan kita. kita boleh saja memilih perguruan tinggi yang kita inginkan, akan tetapi jangan lupa bahwa perguruan tinggi yang terbaik dan universitas yang tidak pernah terikat dengan tetek bengek akademis dapat kita temukan di mana saja (utamanya yang ada dalam diri kita).
                Demikianlah, Tun. Dan bila dari hari ke hari hanya kekonyolan ini yang sanggup aku dialogkan denganmu, maka itu karena laqad khalaknal insaana fii ahsani taqwiim yang terus mendesakku untuk selalu bertanya. Maafkan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar